MOHON DO'A RESTU DAN DUKUNGAN, segera diresmikan Operasioanl Kampus Anak Yatim & Dhuafa Yayasan Afief Dimyathi Bandarlampung pada 10 Muharram 1434 H.

Kamis, 25 Oktober 2012

Harapan Nabi Ibrahim, Harapan Kita Semua

KHUTBAH IDUL ADHA 1433 H.
oleh : Drs. Ahmad Yani


الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر
اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu!
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah....
Kembali kita panjatkan puji dan syukur kepada Allah swt yang telah begitu banyak memberikan kenikmatan kepada kita sehingga kita tidak mampu menghitungnya, karena itu keharusan kita adalah memanfaatkan segala kenikmatan dari Allah swt untuk mengabdi kepada-Nya sebagai manifestasi dari rasa syukur itu, salah satunya adalah ibadah berkorban pada hari raya Idul Adha dan hari tasyrik. Allah swt berfirman:
 إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah (QS Al Kautsar [108]:1-2).
Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad saw, kepada keluarganya, sahabat-sahabatnya dan para penerus risalahnya yang terus berjuang untuk tegaknya nilai-nilai Islam di muka bumi ini hingga hari kiamat nanti.
Takbir, tahlil dan tahmid kembali menggema di seluruh muka bumi ini sekaligus menyertai saudara-saudara kita yang datang menunaikan panggilan agung ke tanah suci guna menunaikan ibadah haji, rukun Islam yang kelima. Bersamaan dengan ibadah mereka di sana,  di sini kita pun melaksanakan ibadah yang terkait dengan ibadah mereka, di sini kita melaksanakan ibadah yang terkait dengan ibadah haji yaitu puasa hari Arafah, pemotongan hewan qurban setelah shalat Idul Adha ini dan menggemakan takbir, tahlil dan tahmid selama hari tasyrik. Apa yang dilakukan itu maksudnya sama yaitu mendekatkan diri kepada Allah swt.
Ibadah haji dan Qurban tidak bisa dilepaskan dari sejarah kehidupan Nabi Ibrahim as, karenanya sebagai teladan para Nabi, termasuk Nabi Muhammad saw, Nabi Ibrahim as harus kita pahami untuk selanjutnya kita teladani dalam kehidupan sekarang dan masa yang akan datang. Pada kesempatan khutbah yang singkat ini, kita bahas Empat Harapan Nabi Ibrahim yang termuat dalam doanya, harapannya menjadi harapan kita semua yang harus diperjuangkan. Pertama, Harapan Atas Dirinya. Nabi Ibrahim as amat berharap agar dirinya terhindar dari kemusyrikan, Menurut Sayyid Quthb dalam tafsirnya: “Doa ini menampakkan adanya kenikmatan lain dari nikmat-nikmat Allah. Yakni nikmat dikeluarkannya hati dari berbagai kegelapan dan kejahiliyahan syirik kepada cahaya beriman, bertauhid kepada Allah swt.”  Karena itu, iman atau tauhid merupakan nikmat terbesar yang Allah swt berikan kepada kita semua sehingga iman merupakan sesuatu yang amat prinsip dalam Islam, Allah swt berfirman menceritakan doa Nabi Ibrahim as:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الأصْنَامَ
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala. (QS Ibrahim [14]:35).
Di samping itu, Nabi Ibrahim as juga ingin memperoleh ilmu dan hikmah, sesuatu yang amat penting agar kehidupan bisa dijalani dengan mudah dan bermakna. Beliau juga meminta agar termasuk ke dalam kelompok orang-orang yang shalih, ini menunjukkan betapa pentingnya menjadi shalih. Selain itu meminta menjadi buah tutur kata yang baik bagi generasi kemudian sebagai bentuk penghormatan dan upaya meneladani. Puncaknya adalah meminta dimasukkan ke dalam surga hingga tidak terhina dalam kehidupan di akhirat nanti, hal ini tercermin dalam doa beliau:
رَبِّ هَبْ لى حُكْماً وَأَلْحِقْنى‏ بِالصَّالِحينَ. وَاجْعَلْ لى‏ لِسانَ صِدْقٍ فى‏ الآخِرينَ. وَاجْعَلْنى‏ مِنْ وَرَثَةِ جَنَّةِ النَّعيمِ. وَاغْفِرْ لأَبى‏ إِنَّهُ كانَ مِنَ الضَّالّينَ * وَلا تُخْزِنى يَومَ يُبْعَثُونَ
“Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh, dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian, dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh kenikmatan, dan ampunilah bapakku, karena sesungguhnya ia adalah termasuk golongan orang-orang yang sesat, dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan.” (QS. Asy-Syu’ara’ [26]: 83– 87).
Dari doa Nabi Ibrahim di atas, jelas sekali betapa pentingnya menjadi shalih sehingga orang sekaliber Nabi Ibrahim masih saja berdoa agar dimasukkan ke dalam kelompok orang yang shalih. Manakala keshalihan sudah dimiliki, cerita orang tentang diri kita bila kita tidak ada adalah kebaikan. Karena itu, harus kita koreksi diri kita, seandainya kita diwafatkan besok oleh Allah swt, kira-kira apa yang orang ceritakan tentang kita.
Hal penting lainnya dari harapan Nabi Ibrahim as adalah agar amal-amalnya diterima oleh Allah swt, termasuk orang yang tunduk dan taubatnya diterima oleh Allah swt, hal ini terdapat dalam doanya:
رَبَّنا تَقَبَّلْ مِنّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ العَلِيمُ. رَبَّنا وَاجْعَلْنا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنا مَناسِكَنا وَتُبْ عَلَيْنا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوّابُ الرَّحِيمُ
Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah tobat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. QS. Al-Baqarah [2]: 127 – 129).
Syaikh Ali Ash Shabuni dalam Shafwatut Tafasir menjelaskan bahwa berulang-ulang Nabi Ibrahim dalam doanya menyebut rabbi (ya Tuhanku) agar dikabulkan doanya dan menampakkan kehinaan diri kepada Allah.

Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu!
Jamaah Shalat Id Yang Dimuliakan Allah swt.
Harapan Kedua adalah Harapan Atas Keluarga, mulai dari orang tua yang beriman dan taat kepada Allah swt, karenanya beliau pun meluruskan orang tuanya sebagaimana firman Allah swt:
وإذ قال إبراهيم لأبيه آزر أتتخذ أصناما آلهة إنّى أراك وقومك في ضلال مّبين
Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya, Aazar, “Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata. (QS An’am [6]:74)
Selain istrinya yang sudah shalihah, beliau juga ingin agar anak-anaknya menjadi anak shalih, taat kepada Allah swt dan orang tuanya dengan karakter akhlak yang mulia, ini merupakan sesuatu yang amat mendasar bagi setiap anak. Karenanya beliau berdoa:
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ. فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلامٍ حَلِيمٍ. فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shalih. Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. (QS Ash Shaffat [37]:100-102)
Di dalam ayat lain disebutkan bahwa dengan keshalihan diharapkan membuat sang anak selalu mendirikan shalat, hati orang pun suka kepadanya dan pandai bersyukur atas kenikmatan yang diperoleh, hal ini disebutkan dalam doa Nabi Ibrahim as:
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (QS Ibrahim [14]:37)
Hal yang amat penting mengapa Nabi Ibrahim as amat mendambakan memiliki anak bukan semata-mata agar punya anak, tapi bagaimana anak yang shalih itu mau dan mampu melanjutkan estafet perjuangan menegakkan agama Allah swt.

Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu!
Kaum Muslimin Yang Berbahagia.
Ketiga yang merupakan harapan Nabi Ibrahim adalah terhadap Masyarakat agar beriman dan taat kepada Allah swt, bahkan tidak hanya pada masanya, tapi juga generasi berikutnya. Dalam rangka itu, sejak muda Nabi Ibrahim telah membuka cakrawala berpikir agar tidak ada kemusyrikan dalam kehidupan masyarakat, Allah swt berfirman:
وَتَاللَّهِ لَأَكِيدَنَّ أَصْنَامَكُمْ بَعْدَ أَنْ تُوَلُّوا مُدْبِرِينَ. فَجَعَلَهُمْ جُذَاذًا إِلَّا كَبِيرًا لَهُمْ لَعَلَّهُمْ إِلَيْهِ يَرْجِعُونَ. قَالُوا مَنْ فَعَلَ هَذَا بِآلِهَتِنَا إِنَّهُ لَمِنَ الظَّالِمِينَ. قَالُوا سَمِعْنَا فَتًى يَذْكُرُهُمْ يُقَالُ لَهُ إِبْرَاهِيمُ
Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya. Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. Mereka berkata: “Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang lalim”. Mereka berkata: “Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim”. (QS Al Anbiya [21]:57-60)
Karena itu, dalam doanya Nabi Ibrahim meminta agar Allah swt mengutus lagi Nabi yang menyampaikan dan mengajarkan ayat-ayat Allah swt, hal ini disebutkan dalam firman-Nya:
 رَبَّنا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولاً مِنْهُمْ يَتْلُوا عَلَيْهِمْ آياتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الكِتابَ وَالحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ العَزِيزُ الحَكِيمُ
Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur’an) dan Al-Hikmah serta menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”(QS Al Baqarah [2]:129)
Dalam konteks sekarang, masyarakat amat membutuhkan dakwah yang mencerahkan dan memotivasi untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Kaum Muslimin Yang Dirahmati Allah.
Harapan Keempat dari Nabi Ibrahim as adalah atas Negara dan Bangsa. Beliau ingin agar negara berada dalam keadaan aman dan memperoleh rizki yang cukup dari Allah swt, bahkan Allah swt memberikan kepada semua penduduk meskipun mereka tidak beriman, beliau berdoa:
رَبِّ اجْعَلْ هذا بَلَداً ءامِناً وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَراتِ مَنْ ءامَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ قَالَ وَمَنْ كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلًا ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
“Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: “Dan kepada orang yang kafir pun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali”.”(QS Al Baqarah [2]:126)
Sayyid Quthb dalam Fi Dzilalil Quran menyatakan: “Nikmat keamanan adalah kenikmatan yang menyentuh manusia, memiliki daya tekan yang besar dan perasaannya dan berhubungan pada semangat hidup pada dirinya.”
Apa yang diharapkan oleh Nabi Ibrahim as ini bila kita ukur dalam konteks negara kita ternyata masih jauh dari harapan, hal ini karena keamanan menjadi sesuatu yang sangat mahal, sementara kesulitan mendapatkan rizki atau makan masih begitu banyak terjadi. Namun kesulitan demi kesulitan masyarakat pada suatu negara dan bangsa ternyata bukan karena Allah tidak menyediakan atau tidak memberikan rizki, tapi karena ketidakadilan dan korupsi yang merajalela. Di sinilah letak pentingnya bagi kita untuk istiqamah atau mempertahankan nilai-nilai kebenaran. Meskipun banyak orang yang korupsi, kita tetap tidak akan terlibat, karena jalur hidup kita adalah jalur yang halal.
Setiap orang bertanggung jawab untuk mewujudkan kehidupan negara dan bangsa yang baik, namun para pemimpin dan pejabat harus lebih bertanggung jawab lagi. Karena itu, kita amat menyayangkan bila banyak orang mau jadi pejabat tapi tidak mampu mempertanggungjawabkannya, jangankan di hadapan Allah swt, di hadapan masyarakat saja sudah tidak mampu, inilah pemimpin yang amat menyesali jabatan kepemimpinannya, Rasulullah saw bersabda:
عَنْ أَبِى ذَرٍّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قُلْتُ يَارَسُوْلَ اللهِ أَلاَ تَسْتَعْمِلْنِى؟ قَالَ: فَضَرَبَ بِيَدِهِ عَلَى مَنْكِبِى ثُمَّ قَالَ: يَا أَبَا ذَرٍّ: إِنَّكَ ضَعِيْفٌ وَإِنَّهَا أَمَانَةٌ وَإِنَّهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ خِزْيٌ وَنَدَامَةٌ إِلاَّ مَنْ أَخَذَهَا بِحَقِّهَا وَأَدَّى الَّذِى عَلَيْهِ فِيْهَا
Abu Dzar RA berkata: Saya bertanya, Ya Rasulullah mengapa engkau tidak memberiku jabatan? Maka Rasulullah menepukkan tangannya pada pundakku, lalu beliau bersabda: Hai Abu Dzar, sungguh kamu ini lemah, sedangkan jabatan adalah amanah, dan jabatan itu akan menjadi kehinaan serta penyesalan pada hari kiamat, kecuali bagi orang yang memperolehnya dengan benar dan melaksanakan kewajibannya dalam jabatannya (HR. Muslim)
Akhirnya, memiliki harapan yang baik tidak cukup pencapaiannya hanya dengan doa, karenanya setiap kita harus berjuang bersama agar kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat dan bangsa berada dalam ridha Allah swt. Akhirnya marilah kita berdoa:
 اَللَّهُمَّ انْصُرْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ النَّاصِرِيْنَ وَافْتَحْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ وَاغْفِرْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْغَافِرِيْنَ وَارْحَمْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ وَارْزُقْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ وَاهْدِنَا وَنَجِّنَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ وَالْكَافِرِيْنَ.
Ya Allah, tolonglah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pertolongan. Menangkanlah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi kemenangan. Ampunilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi ampun. Rahmatilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rahmat. Berilah kami rizki sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rizki. Tunjukilah kami dan lindungilah kami dari kaum yang zhalim dan kafir.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَناَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَ الَّتِى فِيْهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِى فِيْهَا مَعَادُنَا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِى كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شرٍّ
Ya Allah, perbaikilah agama kami untuk kami, karena ia merupakan benteng bagi urusan kami. Perbaiki dunia kami untuk kami yang ia menjadi tempat hidup kami. Perbaikilah akhirat kami yang menjadi tempat kembali kami. Jadikanlah kehidupan ini sebagai tambahan bagi kami dalam setiap kebaikan dan jadikan kematian kami sebagai kebebasan bagi kami dari segala kejahatan.
اَللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَابِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَاتُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا. اَللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْهُ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ عَاداَنَا وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِى دِيْنِنَاوَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا
Ya Allah, anugerahkan kepada kami rasa takut kepada-Mu yang membatasi antara kami dengan perbuatan maksiat kepadamu dan berikan ketaatan kepada-Mu yang mengantarkan kami ke surga-Mu dan anugerahkan pula keyakinan yang akan menyebabkan ringan bagi kami segala musibah di dunia ini. Ya Allah, anugerahkan kepada kami kenikmatan melalui pendengaran, penglihatan dan kekuatan selama kami masih hidup dan jadikanlah ia warisan bagi kami. Dan jangan Engkau jadikan musibah atas kami dalam urusan agama kami dan janganlah Engkau jadikan dunia ini cita-cita kami terbesar dan puncak dari ilmu kami dan jangan jadikan berkuasa atas kami orang-orang yang tidak mengasihi kami.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ.
Ya Allah, ampunilah dosa kaum muslimin dan muslimat, mu’minin dan mu’minat, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Dekat dan Mengabulkan doa.
اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُمْ حَجًّا مَبْرُوْرًا وَسَعْيًا مَّشْكُوْرًا وَذَنْبًا مَغْفُوْرًا وَتِجَارَةً لَنْ تَبُوْرًا
Ya Allah, jadikanlah mereka (para jamaah haji) haji yang mabrur, sa’i yang diterima, dosa yang diampuni, perdagangan yang tidak akan mengalami kerugian
 رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami kehidupan yang baik di dunia, kehidupan yang baik di akhirat dan hindarkanlah kami dari azab neraka.

Sumber : http://www.dakwatuna.com/

****

Drs. H. Ahmad Yani adalah Ketua Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Dakwah (LPPD) Khairu Ummah, Ketua Majelis Dai Paguyuban Ikhlas, Ketua Redaksi www.nuansaislam.com dan pengurus Koordinasi Dakwah Islam (KODI) DKI Jakarta. Selain itu juga sebagai anggota Majelis Syura Ikatan Dai Indonesia (IKADI). 
Aktif berdakwah dengan memberikan ceramah, pelatihan dai dan manajemen masjid di seluruh wilayah Indonesia, pernah juga berdakwah di Eropa dan Jepang serta televisi dan radio.  Dakwah tulisan selain melalui website juga menulis di media Islam dan menerbitkan buku yang hingga kini sudah mencapai 27 judul. Semua ini dilakukan atas hasil didikan Almarhum Aba H. Nafsih dan Ibu Hj. Syarifah. Semoga pahalanya mengalir untuk beliau.

Senin, 22 Oktober 2012

Penyantun Yatim, Peroleh Haji Mabrur

Suatu saat di musim haji, Abdullah bin Mubarrak bermimpi cukup unik. Dalam mimpinya ia mendapatkan informasi dari Rasul Saw., bahwa jutaan jamaah haji yang sedang berhaji, tak satupun yang diterima ibadah hajinya di Sisi Allah Swt., kecuali seorang saja; yakni seorang tukang sepatu dari Damaskus yang bernama MUWAFFAQ.

Ketika terbangun dari tidurnya, Abdullah bin Mubarrak segera mencari informasi tentang sosok orang yang bernama Muwaffaq, hingga pada akhirnya ditemukan identitasnya; seorang putra Damaskus dengan predikat orang miskin; seorang tukang sepatu yang lugu. Uniknya, di musim haji itu, Muwaffaq bukanlah seorang dari jamaah haji yang tengah melakukan ibadah haji. Ia tak jadi menunaikan ibadah haji, karena memang tak pernah mendaftar sebagai jamaah haji.

Informasi lebih detil diperoleh langsung oleh Abdullah bin Mubarrak, bahwa ketika Muwaffaq hendak mendaftar haji (berbekal hasil tabungannya puluhan tahun) harus mengurungkan niatnya, lantaran di tengah perjalanan mengurus rencana hajinya tersebut, ia mendapati seorang anak yatim yang tengah kelaparan. Didorong oleh perasaan ibanya yang mendalam, ia tak sanggup meninggalkan sang anak yatim meneruskan hidupnya dalam kepapaan dan penderitaan, sementara dirinya tengah memegang uang dalam jumlah yang cukup banyak. Tangan kasihnya serta merta terjulur kepada si anak yatim, dan seluruh uang yang direncanakan sebagai ongkos haji ia berikan kepada anak yatim. Ia relakan keinginan beribadah haji demi nasib sang papa. Kerinduannya yang begitu dalam kepada Makkah; kepada Baitullah ia tumpahkan untuk hamba-Nya yang ternyata lebih membutuhkan belaian kasihnya. Ia hanya berharap kepada Allah Swt. agar diijinkan sekali lagi untuk bisa mengumpulkan bekal agar ‘azam membaranya untuk berhaji bisa tergapai di masa yang akan datang.

Di luar dugaan, apa yang dilakukan oleh Muwaffaq membuat langit bergetar; membuat para malaikat Allah Swt. memunajatkan do’a keberkahan baginya; hingga puncaknya Allah perkenankan Muwaffaq untuk meraih haji yang sebenarnya; haji mabrur, sekalipun tanpa kehadiran fisiknya di tanah suci.

Allahu Akbar!. Untuk menggali sebuah kedudukan bergengsi di Sisi Allah; HAJI MABRUR, ternyata bukanlah karena tampang fisik yang meyakinkan, bukan pula kekayaan yang berlimpah, pun juga bukan ke’aliman semu, melainkan ketulusan hati bertabur Cahaya-Nya.

sumber : http://yatimmandiri.org

Kamis, 18 Oktober 2012

Surga dan Ibadah Sosial

Oleh :  Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA.
Dalam sebuah Hadits sahih riwayat Imam Bukhari dulu Imam Muslim, Rasulullah Saw. bersabda : “Ibadah umrah pertama sampai ibadah umrah kedua akan menutupi dosa-dosa kecil antara keduanyam sedikit haji yang mabrur tidak ada balasan lain kecuali surga”.
Dalam Hadits ini Nabi Saw. pelaku haji mambrur. Haji mabrur adalah haji yang memenuhi tiga syarat : 1) niat karena Allah; 2) biaya haji dari penghasilan yang halal; dan 3) amal hajinya mengikuti tuntutan Rasulullah Saw. Bila terpenuhi mereka akan mendapatkan surga. Namun, tak diketahui surga yang dimaksudkan.
Bandingkan dengan ibadah sosial, seperti menyantuni anak yatim. Dalam Hadits shahih yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, Nabi Saw. bersabda : “saya dan penyantun anak yatim seperti dua jari ini di surga”. Rasul Saw. menunjukkan jari telunjuk dan jari tengah.
Dalam Hadits kedua ini, Rasulullah Saw. juga menjanjikan surga kepada penyantun anak yatim, dan tinggal bersama Nabi di dalamnya. Menurut para ulama, maksud seperti dua jari telunjuk dan tengah itu adalah antara Nabi Saw. dan penyantun anak yatim berada dalam satu level. Tentu surga yang ditempati Nabi Saw. adalah yang paling baik dan bagus.
Seorang Muslim yang memiliki kemampuan untuk berhaji dan dia belum pernah melaksanakannya, maka wajib baginya menjalinkannya, tanpa harus ada balasannya. Sedangkan, Muslim yang sudah berhaji dan memiliki dana lebih, seyogyanya memikirkan pahala yang manfaat terbaik baginya, dibandingkan haji berulang yang hukumnya sunnah.
Ibadah haji memerlukan persiapan fisik dan mental. Dan menyantuni anak yatim adalah ibadah yang sangat mudah dan tidak memerlukan persiapan fisik dan mental, serta syarat lainnya. Walhasil, menyantuni anak yatim adalah ibadah yang sungguh sangat ringan untuk dilaksanakan. Kendati begitu, balasan yang dijanjikan kepada penyantun anak yatim adalah surga yang sama dengan Rasul Saw.
Ini menunjukkan bahwa ibadah sosial jauh lebih unggul dibandingkan ibadah individual. Dan Rasul Saw. lebih memprioritaskan ibadah sosial derap ibadah individual. Walaupun beliau mempunyai kesempatan untuk berhaji tiga kali, namun hanya satu yang dilaksanakan. Beliau juga mempunyai ratusan kali berumrah, tapi beliau hanya menjalankan umrah sunnah dua kali.
Rasul Saw. lebih memprioritaskan untuk berinfak fii sabiilillah, menyantuni janda-janda, fakir miskin, anak-anak yatim, dan pelajar-pelajar yang miskin. Karena, manfaatnya jauh lebih besar bagi masyarakat luas dibandingkan dengan ibadah individual, seperti haji yang berulang kali.
Mendirikan sekolah, membangun rumah sakit, dan membantu orang-orang yang membutuhkan, tentu akan lebih besar manfaatnya dibandingkan dengan ibadah sunnah yang tujuannya hanya demi kepentingan pribadi.
Berkaca dari contoh di atas, sudah selayaknya seorang Muslim untuk meniru dan menjalankan ibadah sebagaimana dicontohkan Rasulullah Saw., sang teladan bagi umat manusia. Dan, beruntunglah orang-orang yang mendirikan shalat dan melaksanakan ibadah sosial. Wallahu a’lam

Senin, 15 Oktober 2012

Arisan Qurban

Dan Ibrahim berkata : ”Sesungguhnya aku akan pergi menghadap kepada Tuhanku (untuk beribadah ke tempat yang sekarang disebut Makkah), dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku”; “Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh”; Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar (Ismail); Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim (yakni sudah dewasa), Ibrahim berkata : “Hai anakku : Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku (disuruh) menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!”. Ismail menjawab : “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu itu; Insya Allah bapak akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”; Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya); (terdengarlah suara panggilan) dan Kami panggillah dia : “Hai Ibrahim!”; “Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu (sudah melaksanakan perintah). Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik”; “Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata”; “Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar (seekor kibas)”; Kami abadikan (kisah ini) untuk Ibrahim (untuk mendapat pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian; (yaitu dengan disyari’atkannya Shalawat Ibrahimiyah dalam shalat) “Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim”.

(QS. Ash-Shaaffat : 99-109).

****

(kayfa-yadi) : Bulan haji sudah menjelang, Lebaran Idul Adha yang merupakan hari raya terbesar umat Islam pun akan segera datang. Ada kesibukan musiman yang sudah mentradisi di sebagian masyarakat dalam menyambut datangnya lebaran yang juga disebut dengan Lebaran Qurban ini, yaitu ramainya bursa penjualan hewan qurban kambing dan sapi serta bermunculannya kandang-kandang ternak dadakan di pinggiran jalan. Sayangnya karena keterbatasan biaya yang dimiliki, tidak semua orang Islam mampu membeli hewan qurban tersebut untuk menunaikan ibadah sunnah yang sangat dianjurkan (muakkad) itu.

Ritual qurban memang bagian tak terpisahkan dari pelaksanaan Hari Raya Idul Adha dan juga pelaksanaan ibadah haji. Bila ditilik dari sejarahnya, hal ini berkenaan dengan perihal mimpi nyatanya (ruyal haq) Nabiullah Ibrahim As. yang mendapat perintah dari Allah supaya menyembelih putra semata wayangnya, Ismail. Namun dengan ketaatan dan keyakinannya, perintah berat --yang sebetulnya merupakan ujian iman-- tersebut dijalani oleh Nabi Ibrahim dengan tulus ikhlas, walau harus melewati banyak halangan dan gangguan dari Iblis laknatullah. Hingga pada akhir menjelang detik-detik penyembelihan, Allah menggantikan Ismail dengan seekor kambing “kibas” sebagai korban. Peristiwa ini tercatat dalam sejarah terjadi pada hari ke-10 bulan Dzulhijjah.

Inilah tonggak peristiwa awal disyariatkannya penyembelihan hewan ternak untuk berqurban, karena ia termasuk ketaataan terhadap Perintah Allah. Berqurban pada Yaumunnahar (tanggal 10 Dzulhijjah) dan Yaumut-Tasyriq (tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah) hukumnya adalah sunnah muakkadah, dimakruhkan hukumnya untuk tidak melaksanakannya dalam keadaan mampu karena keutamaannya yang sangat agung.

Rasulullah Saw. bersabda : "Barang siapa mempunyai kesanggupan dan kemampuan (untuk berqurban) tapi tidak mau berqurban maka janganlah dia mendekati Musholla kami". (HR. Ahmad dan ibn Majah).

Hadis ini merupakan suatu kritikan yang seolah-olah Nabi Saw. berkata : "Kenapa kamu beribadah kepada Allah begitu tekun, tapi kenapa pula kamu tidak mau berqurban padahal kamu memiliki harta yang berlebihan?". Oleh karena itulah bagi yang mampu hukumnya wajib untuk berqurban, yakinlah bahwa apabila kita berqurban tidak akan mengurangi kekayaan kita dan tidak akan membuat kita menjadi miskin.


Hikmah dan Keutamaan Qurban

Hikmah disyariatkannya berqurban diantaranya adalah :
  1. Untuk mendekatkan diri pada Allah. Allah berfirman : “Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan berqurbanlah”. (QS. Al-Kautsar);
  2. Menghidupkan sunnah/tuntunan Nabiullah Ibrahim ‘As.;
  3. Untuk memberi kelapangan pada keluarga di Hari Raya;
  4. Menebarkan kebahagiaan pada kaum fakir miskin dengan memberikan sedekah.
Adapun keutamaannya sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah Saw. berikut ini :
Dari Zaid ibn Arqam, ia bertanya : "Wahai Rasulullah Saw., apakah qurban itu?” Rasulullah menjawab : "Qurban adalah sunnahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim". Zaid bertanya lagi : "Apa keutamaan yang kami akan peroleh dengan qurban itu?” Rasulullah menjawab : "Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan". Lalu Zaid bertanya lagi : "Kalau bulu-bulunya?” Rasulullah menjawab : "Setiap satu helai bulunya juga satu kebaikan". (HR. Ahmad dan Ibn Majah).

Begitu besar hikmah dan keutamaan qurban bagi orang beriman, namun sayangnya masih banyak diantara kita yang masih belum tergerak untuk melaksanakannya, alasan klisenya karena tidak adanya dana.


Arisan Qurban

Bila dana menjadi masalah yang menghalangi niatan anda untuk berqurban, Arisan qurban yang saat ini mulai marak di masyarakat, mungkin bisa menjadi jalan keluar.

Arisan adalah suatu bentuk perkumpulan dari sekelompok orang yang saling menyatukan diri dalam suatu kerja sama untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam segi materiil dengan cara bergiliran.

Mengadakan arisan dalam rangka berqurban masuk dalam pembahasan berhutang untuk qurban, karena hakekat arisan adalah hutang. Sebagian ulama menganjurkan untuk berqurban meskipun harus berhutang. Di antaranya adalah Imam Abu Hatim sebagaimana dinukil oleh Ibn Katsir dari Sufyan At-Tsauri Rahimahullah mengatakan : Dulu Abu Hatim pernah berhutang untuk membeli unta qurban. Beliau ditanya : “Kamu berhutang untuk beli unta qurban?” beliau menjawab : “Saya mendengar Allah berfirman : لكم فيها خير (kamu memperoleh kebaikan yang banyak pada unta-unta qurban tersebut) [QS. Al-Hajj : 36]”. (Tafsir Ibn Katsir Surat Al-Hajj Ayat 36). 

Anjuran ini dapat dikatakan sebagai fatwa dan bisa dijadikan sebagai dasar hukum dibolehkannya (mubah) qurban dengan sistem arisan, karena hal ini mengandung nilai positif yang banyak,  antara lain : dapat meringankan beban karena mendapat sokongan;  dapat lebih memperat tali silaturrahim, karena setidaknya antar sesama anggota akan saling bertemu setidaknya satu kali dalam satu bulan; menjalin kebersamaan dan hidup saling membantu (taawun), dll.


Mekanisme Qurban Sapi Rp. 50ribu (?)

Sebagaimana arisan pada umumnya, langkah awal yang harus dilakukan untuk memulai arisan qurban adalah membuat kelompok kecil, atau menghimpun orang-orang yang berkomitmen menjunjung tinggi amanat dan niat untuk beribadah kepada Allah Swt. Kelompok kecil ini harus beranggotakan minimal 14 personil (kelipatan 7, yang merupakan ketentuan qurban untuk seekor sapi). Selanjutnya dari personil anggota kelompok tersebut dibentuk kepengurusan (Ketua, Sekretaris, Bendahara, dan Seksi-seksi yang diperlukan) supaya jalannya organisasi dapat terkendali.

Dalam arisan qurban, setiap personil hanya dibebankan iuran wajib Rp. 50.000/bulan yang disetorkan kepada pengurus yang bertugas. Setoran ini bila dijumlahkan dalam setahun akan mencapai Rp. 600.000, dan bila digabungkan dengan 14 personil lainnya akan terkumpul dana sebesar Rp. 8.400.000. Sepadan dengan harga seekor sapi yang cukup memenuhi syarat untuk berqurban, bukan?.

Jika ingin mendapatkan sapi yang lebih besar dan lebih mahal, tentunya harus ada kesepakatan dari anggota arisan untuk menambah jumlah iuran wajibnya. Karena semakin mahal, maka semakin utama jika ia meniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah, baik itu membebaskan budak atau hewan qurban. Sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari bahwa Rasulullah ditanya :

Membebaskan budak manakah yang lebih utama?” Maka beliau menjawab “Yang paling mahal dan berharga menurut pemiliknya”. (Al-Bukhari : 2518).

Berkata Imam Ibnu Khuzaimah Rahimahullah : “Setiap yang menakjubkan jika dipandang seseorang, maka pahalanya lebih besar di Sisi Allah, jika ia korbankan karena Allah”. (Shahih Ibnu Khuzaimah : 14291).

Seekor sapi untuk qurban diperuntukkan bagi tujuh orang, hal ini dijelaskan dalam sebuah riwayat yang mengatakan : “Kami berqurban bersama Nabi Saw. di Hudaibiyah, satu unta untuk tujuh orang, satu sapi untuk tujuh orang”. (HR. Muslim, Abu Daud, dan Tirmidzi).

Mengingat ini adalah sistem arisan, maka metode penentuan orang yang berhak mendapatkan giliran untuk berqurban (disebut mudokhi) dilakukan dengan cara undian. Dengan 14 personil dan 7 nama yang harus dikeluarkan, berarti arisan ini akan berjalan dalam dua putaran.

Selamat menjelang Hari Raya Idul Adha 1433 Hijriyah. Mudah-mudahan di tahun mendatang giliran anda yang mendapat kesempatan berqurban, amien.... (ASF).


****

Penulis pernah menjadi Anggota dan juga Pengurus Arisan Qurban “Suryantaka” Desa Karangmalang, Kecamatan Ketanggungan – Kabupaten Brebes, Periode 2004/2005 hingga 2011/2012. Saat ini penulis tinggal dan menetap di Kota Tanjungkarang Timur, Bandarlampung.

Kamis, 11 Oktober 2012

Embun di Lereng Gunung Camang




(kayfa-yadi) : Sebagai sebuah lembaga baru yang masih belum memulai operasionalnya, Kampus Anak Yatim & Dhuafa – Yayasan Arief Dimyathi tentu masih belum dikenal orang, apalagi lokasinya berada di luar pemukiman penduduk. Walau sudah memiliki alamat lengkap sebagaimana yang tertuang dalam Akta Pendirian, namun itu saja rupanya  masih belum cukup. Terbukti dua kali kiriman paket dan 1 kali kiriman pos yang ditujukan ke alamat kampus, semuanya tidak sampai di tempat, dengan catatan "ALAMAT TIDAK DITEMUKAN". Untungnya dalam sampul kiriman disertakan juga nomor ponsel, sehingga masih dapat berkoordinasi dengan petugas untuk mengambil jemput kiriman di Kantor Distribusi.

Menyebut atau menulis alamat Kampus Anak Yatim & Dhuafa – Yayasan Arief Dimyathi, Jalan Meranti Gunung Rukun Tetangga 007 Lingkungan II, Kelurahan Tanjung Gading, Kecamatan Tanjungkarang Timur, Bandar Lampung-- ternyata belum dianggap lengkap untuk menunjukkan lokasi tinggal. Rupanya masih perlu ‘kata kunci’ (key word), kata sakti yang dapat langsung mengarahkan persepsi kepada maksud yang dituju. Kata kuncinya adalah Gunung Camang. Kata kunci ini betul-betul sakti, karena cukup menyebut 'Gunung Camang' tanpa menyertakan sederet alamat yang panjang dan berbelit, orang (di Bandar Lampung) sudah dapat mengenalnya.
Gunung Camang sebetulnya hanya sebuah 'bukit' cadas dan kapur, yang berada di daerah pinggiran kota Bandarlampung. Menjadi terkenal karena bukit ini sebetulnya merupakan kawasan konservasi alam yang diperuntukkan sebagai hutan kota, namun akibat pengrusakan dan penggerusan lahan secara liar oleh warga sekitar yang sebagian besar menggantungkan hidupnya di sana, saat ini pesona keelokannya berkurang tinggal 40% saja.
Pada areal terbuka di lereng bukit inilah --di atas hamparan semak ilalang-- Kampus Anak Yatim & Dhuafa – Yayasan Arief Dimyathi berdiri. Sehingga sangat beralasan kalau kata kunci “Gunung Camang” harus disandang untuk menambah keterangan lokasi.
Akhirnya, posting pendek ini dituliskan selain sebagai penegasan alamat, juga sebagai bentuk kula nuwun (permisi) kami selaku pendatang dan warga baru. Harapannya, semoga kedatangan kami membawa pencerahan, dapat menjadi angin sejuk atau setitik embun di tengah padang gersang, tentunya dengan tetap melestarikan ekosistem lingkungan yang ada agar dapat hidup lestari saling berdampingan. (ASF)

Kamis, 04 Oktober 2012

Menggugah Kepedulian terhadap Anak Yatim

Oleh : Muhammad Atim
(kayfa-yadi) : Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang dan menjadikan agama-Nya sebagai rahmatan lil'alamin, memberikan perhatian khusus terhadap anak-anak yatim. Hal itu dapat kita temui dalam banyak ayat dan hadits yang mengupas masalah tersebut. Sedemikian pentingnya memperhatikan anak-anak yatim, Allah Swt. dengan tegas mengklaim orang-orang yang tidak peduli terhadap mereka sebagai orang-orang yang mendustakan agama. Betapa tidak, mereka adalah manusia lemah yang ditakdirkan Allah tanpa kasih sayang seorang ayah, padahal ayahlah tulang punggung keluarga yang berkewajiban mengarahkan dan memberikan nafkah untuk hidup mereka.

Definisi Yatim
Siapakah anak yatim itu? Muhammad Mustafa Al-Maraghi dalam tafsirnya menyebutkan bahwa yatim adalah :
انقطاع الصبي عن أبيه قبل البلوغ
"Anak yang ditinggal mati oleh ayahnya dalam keadaan belum baligh".
Hal ini senada dengan sabda Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib ra, “Tidak disebut yatim kalau (ditinggal mati oleh ayahnya) dalam keadaan sudah dewasa”.
Sampai usia berapakah seseorang dikategorikan yatim? Dalam QS. An-Nisa [004] Ayat 6 ada ungkapan : “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah”. Kalimat “cukup umur untuk menikah” pada ayat ini menggambarkan bahwa seseorang tidak lagi dikatakan yatim apabila sudah mampu hidup mandiri. Dengan demikian, tidak ada batasan umur yang definitif, berapapun usianya, kalau sudah bisa hidup mandiri, tidak disebut yatim.
Apabila kita tidak  memiliki kepedulian untuk merawat, mencintai, memuliakan, dan mendidik anak yatim, bahkan menghardik dan menistakannya, Allah swt. mengklasifikasikan kita sebagai orang yang mengingkari agama. Ayat ini menggambarkan bahwa keberagamaan seseorang tidak hanya diukur dari aspek ritual formal seperti shaum dan shalat, tapi harus diimplementasikan pada tataran kehidupan sosial. Salah satu implementasinya adalah ikut memperhatikan nasib anak-anak yatim.
 
Keutamaan Mengurus Anak Yatim
Anak yatim wajib diperlakukan secara hormat, dicintai serta dimuliakan. Orang yang  mau merawat anak yatim dengan penuh cinta akan mendapatkan penghargaan besar dan kemuliaan, diantaranya :
  1. Menyantuni anak yatim adalah salah satu sifat Al-Abror (orang yang gemar berbuat kebajikan) yang akan dijaga oleh Allah Swt. dari berbagai kesusahan di hari kiamat dan diberikan kegembiraan dan kenikmatan-keinkmatan surga, sebagaimana tergambarkan dalam firman Allah Subhanahu Wata'ala : "Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. (seraya mereka berkata) 'Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Sesungguhnya kami takut akan siksa Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan, Maka Allah memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati. Dan (Allah) memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera. Di dalamnya mereka duduk bertelakan di atas dipan, mereka tidak merasakan di dalamnya (teriknya) matahari dan tidak pula dingin yang sangat. Dan naungan (pohon-pohon surga itu) dekat di atas mereka dan buahnya dimudahkan memetiknya semudah-mudahnya. Dan diedarkan kepada mereka bejana-bejana dari perak dan piala-piala yang bening laksana kaca. (yaitu) kaca-kaca (yang terbuat) dari perak yang telah diukur mereka dengan sebaik-baiknya. Di dalam surga itu mereka diberi minum segelas (minuman) yang campurannya adalah jahe. (Yang didatangkan dari) sebuah mata air surga yang dinamakan salsabil. Dan mereka dikelilingi oleh pelayan-pelayan muda yang tetap muda. Apabila kamu melihat mereka, kamu akan mengira mereka, mutiara yang bertaburan. Dan apabila kamu melihat di sana (surga), niscaya kamu akan melihat berbagai macam keni'matan dan kerajaan yang besar. Mereka memakai pakaian sutera halus yang hijau dan sutera tebal dan dipakaikan kepada mereka gelang terbuat dari perak, dan Tuhan memberikan kepada mereka minuman yang bersih. Sesungguhnya ini adalah balasan untukmu, dan usahamu adalah disyukuri (diberi balasan)". (Qs. Al-Insan : 8-11).
  2. Bersama Rasulullah di dalam surga sebagaimana sabda beliau, “Saya dan orang yang merawat anak yatim dengan baik akan berada di surga bagaikan dekatnya jari telunjuk dengan jari tengah”. (HR. Muslim). Dalam hadits lain disebutkan, “Pengasuh anak yatim, baik masih ada hubungan nasab atau orang lain, akan bersamaku di surga, dekatnya bagaikan jari telunjuk dan jari tengah". (HR. Muslim).
  3. Melembutkan hati yang keras, hal ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu ia berkata : Sesungguhnya seseorang datang mengadu kepada Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam atas keras hati yang dialaminya, beliau bersabda : "Usaplah kepala anak yatim dan beri makanlah orang-orang miskin". (HR. Ahmad).

Hak-hak Anak yatim
  1. Merawat dan bergaul dengan mereka secara baik, Allah Subhanallahu wata'ala berfirman : "Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah: Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik dan jika kalian bergaul dengan mereka, maka mereka adalah saudaramu". (Qs. Al Baqoroh : 220);
  2. Menjaga harta mereka hingga baligh, kemudian menyerahkannya ketika mereka sudah mencapai usia nikah atau baligh. Allah Subhanallahu wata'ala berfirman : "Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya, dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan (dan janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barangsiapa (diantara pemelihara itu mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa miskin, bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka, dan cukuplah Allah sebagai pengawas (atas persaksian itu)". (Qs.An Nisa : 6)

Ancaman bagi orang yang mengabaikan hak-hak anak yatim
  • Orang yang mengabaikan hak-hak anak yatim baik dengan cara menzaliminya atau tidak mengurusinya adalah pendusta terhadap agama, Allah Swt. berfirman yang artinya : "Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim". (Qs. Al Maa'un : 1-2 ). Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkata: "menghardik anak yatim adalah dengan cara memaksanya, menzalimi haknya, tidak memberi makanan dan tidak berbuat baik kepadanya".
  • Orang yang memakan harta anak yatim secara zalim termasuk salah satu dosa besar, Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Jauhilah oleh kalian tujuh dosa yang menghancurkan (amal sholeh)", mereka bertanya : Wahai Rasulullah dosa apakah itu? Beliau menjawab : "Mempersekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang, menuding zina perempuan mukmin yang terjaga". (HR. Bukhari-Muslim).
  • Orang yang memakan harta anak yatim dengan cara zalim adalah bagaikan orang yang menelan api dan Allah akan memasukkannya ke dalam neraka, Allah Subhanallahu wata'ala berfirman : "Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk kedalam api yang menyala-nyala (neraka)". (Qs. An-Nisa : 10).
Demikianlah pembahasan singkat seputar anak yatim, semoga dapat menggugah kita untuk lebih peduli terhadap anak-anak yatim dengan memperhatikan dan memberikan kasih sayang yang lebih terhadap mereka. Wallahu A'lam.

sumber : http://www.yayasanumiayat.com