Bismillahirahmanirrahim,
Assalamu’alaikum wr. Wb.
Alhamdulillahirobbilallamin....
Solaatan wa salaaman Ilaa nabiyyil kiroom ....
Amma ba'du.
Hadirin hadirat yang
dirahmati Allah ....
Mengawali penyampaian
laporan kerja ini, ijinkan saya terlebih dahulu untuk menseragamkan persepsi
kita semua tentang istilah-istilah : Kampus Yatim, Rumah Yatim, dan Panti
Asuhan; apa dan bagaimana pola kepengasuhannya.
Pertama, panti asuhan.
Tentu istilah ini sudah tidak asing lagi di telinga kita, karena telah lama
populer di masyarakat. Pengertian panti asuhan menurut Direktorat Bina
Pelayanan Sosial Anak (2004:4) adalah, suatu lembaga pelayanan profesional yang
bertanggung jawab memberikan pengasuhan dan pelayanan pengganti fungsi orang
tua kepada anak.
Panti asuhan memiliki peran
yang sangat mulia, salah satu tugasnya adalah memberikan pelayanan sosial dalam
rangka pemenuhan kebutuhan dan pemecahan masalah sampai mampu melaksanakan
fungsi sosialnya. Umumnya panti asuhan hanya menyediakan tempat tinggal/asrama,
kebutuhan sandang dan pangan, hingga arena bermain. Untuk kebutuhan pendidikan
formal (sekolah), pihak pengelola menyalurkannya pada lembaga-lembaga terdekat
di luar asrama, baik sekolah negeri mampu swasta, sedangkan pendidikan non
formal, biasanya dilakukan sendiri oleh pihak penyelenggara.
Yang kedua, Rumah Yatim.
Bapak ibu hadirin hadirat
yang saya hormati....
Belakang ini telinga kita
sering didengarkan dengan istilah “Rumah”, mulai dari rumah mode, rumah kreasi,
rumah hukum, rumah seni dan rumah-rumah lainnya. Sampai-sampai dalam urusan ibadah
pun ada istilah Rumah Zakat, Rumah Qurban, dan Rumah Yatim.
Sebenarnya, Rumah Yatim mengandung
pengertian dan pola yang tidak jauh berbeda dengan Panti Asuhan Yatim, hanya saja
dalam segi manajemen, Rumah Yatim jauh lebih profesional dan terkesan lebih
modern. Tidak dipungkiri bahwa penggunaan istilah Rumah Yatim dari Panti Asuhan
Yatim adalah untuk menghilangkan stigma kata “panti” yang berkonotasi pencibiran.
Kesan yang tercipta dari kata “panti” bertendensi pada penistaan golongan. Coba
saja apa yang ada di benak pikiran ketika kita mendengar kata : Panti
Rehabilitasi, Panti Jompo, Panti Pijat, dan lain-lain, yang penghuninya disebut
Orang Panti atau Anak Panti.
Selanjutnya, istilah yang ketiga
adalah Kampus Yatim. Istilah inilah yang saya pakai untuk menamai lembaga kami yaitu
Kampus Yatim & Dhuafa - Yayasan Arief Dimyathi.
Boleh saja dikatakan bahwa sama
saja pengertian istilah antara Kampus Yatim dengan Rumah Yatim, dan Panti
Asuhan, namun tetap ada perbedaanya. Beda yang paling mendasar adalah
kepengasuhan di kampus yatim menerapkan pola kepengasuhan terpadu. Artinya
kepengasuhan secara formal dan non formal dilakukan dalam satu kampus yang integral,
sebagaimana yang diterapkan di pondok-pondok pesantren. Ini yang tidak dimiliki
oleh Rumah Yatim dan Panti Asuhan.
Singkatnya, kampus yatim adalah
Rumah Yatim atau Panti Asuhan yang menghadirkan kehidupan Pondok Pesantren dalam
kepengasuhannya. Kampus Yatim & Dhuafa - Yayasan Arief Dimyathi menerapkan
pola demikian, yang belum umum diterapkan di Indonesia, khususnya di
Bandarlampung.
Sebagaimana galibnya sebuah
kampus, --mohon doa restunya-- di areal ini akan berdiri lembaga pendidikan dengan
berbagai jenjang. Kalau saat ini baru ada SD, seiring berjalannya waktu Insya
Allah akan ada SMP, lanjut kemudian SMA, hingga perguruan tinggi. Dan yang
menjadi peserta didiknya adalah para anak yatim dan anak dhuafa berprestasi,
yang mendapatkan subsidi penuh dan tunjangan fasilitas cuma-cuma alias gratis di
dalam kampus selama masa pendidikan.
Untuk menuju ke arah sana,
tentunya bukan hal mudah. Layaknya sebuah konsep atau gagasan baru, pastilah tidak
lepas dari tantangan juga tentangan.
Ayyuhal haadirin wal
haadiraat rahimakumullah ....
Mengawali jejak langkah pendirian
Kampus Anak Yatim & Dhuafa - Yayasan Arief Dimyathi, di awal Tahun Pelajaran
2012/2013, kami bermitra dengan Yayasan Berkah Insantama yang mengelola SDIT yang
sudah menjalankan kegiatannya memasuki tahun kedua. Antara kami merasa memiliki
visi dan misi yang sama dalam bidang pendidikan berbasis akhlaqul karimah,
dakwah Islamiyah, dan kepedulian sosial, sehingga walau melalui perkenalan yang
sangat singkat, kami bersepakat untuk saling mengisi dan berbagi. Dan wujud
daripada itu adalah keberadaan SDIT Insantama bergandeng beriring dengan
Yayasan Arief Dimyathi dalam satu kampus, bersinergi berkolaborasi. Kami telah
berkomitmen yang dicatat dalam sebuah akad, untuk sama-sama membangun bersama,
membesarkan bersama, dalam kampus ini untuk “Li I’laa’i Kalimatillah”
dan “Li Izzati Dinillah”. Gugus kerjanya adalah : SDIT Insantama menjalankan
misinya di bidang pendidikan formal, sementara Yayasan Arief Dimyathi
menjalankan misinya dalam bidang pendidikan non formal dan kepengasuhan.
Sinergi ini bukannya tanpa
tantangan sebagaimana sudah disinggung di atas tadi. Di awal tapak kaki ini berjalan, kami sudah
menemui hambatan yang tidak bisa kami abaikan dalam laporan kerja ini. Jika
umumnya panti asuhan menghadapi kendala sulitnya memenuhi sarana dan fasilitas
layak untuk kebutuhan anak asuhnya, kami justru sebaliknya. Kendala yang kami
hadapi adalah sulitnya memenuhi anak asuh untuk menggunakan fasilitas yang
sudah kami sediakan.
Hingga saat acara ini
diselenggarakan, saya harus jujur melaporkan bahwa anak yatim yang kami kelola masih
belum ada. Upaya yang sudah kami lakukan dengan menyampaikan pengumuman melalui
Mimbar Jum'at, menempelkan dan menyebarkan brosur di
tempat-tempat strategis, hingga memposting
dan mempublikasikan blog di internet, belum membuahkan
hasil. Bukan itu saja, atas
rekomendasi aparat RT setempat, kami terjun langsung jemput bola mendatangi ke
sasaran, mengetuk pintu-pintu rumah orang tua / wali yatim yang dalam data
memiliki anak yatim, juga belum membuahkan hasil yang diinginkan. Hingga
formulir yang kami sebarkan harus kembali dalam keadaan bersih belum terisi,
padahal jumlah anak yatim & dhuafa yang kami butuhkan terbatas tidak lebih
dari 10 anak saja.
Permasalahannya bukan karena ketiadaan anak
yatim, data yang kami peroleh di lingkungan kampus terdapat 7 anak dari 2 RT.
Di Kelurahan Kangkung Telukbetung terdapat 25an anak dari 4 RT, dan di Bumi
Waras terdapat 4 anak.
Bapak ibu hadirin hadirat
yang saya hormati....
Keyakinan kami, bahwa untuk
membangun generasi masa depan yang gemilang, harus dimulai semenjak dini,
mempersiapkan tunas-tunas insani yang masih murni dan belum banyak
terkontaminasi. Kami ingin mendidik, mengasuh, dan membina anak yatim dan
dhuafa dimulai dari jenjang awal pendidikan dasar. Selaras dengan itu, mitra kerja
kami SDIT Insantama juga memang baru memulai kiprahnya di tahun kedua. Untuk
itu, kategori anak asuh yang kami rekrut adalah mereka para putra/putri yatim,
piatu, yatim piatu, dan dhuafa kisaran usia 6 sampai 9 tahun, atau yang
setingkat dengan kelas I dan II sekolah dasar. Bisa jadi, di sinilah sumber kesulitan kami. Hambatan
yang kami temui di lapangan dalam hal perekrutan anak asuh, khususnya para anak
yatim karena kami membatasi usia sebagai kriteria.
Yang kami sayangkan, pada
diri orang tua / wali yatim belum tumbuh kesadaran tentang masa depan anak
yatimnya, masa depan pendidikannya, masa depan pekerjaannya, dan masa depan penghidupannya
kelak setelah tumbuh dewasa, ketika belas kasihan dari orang sudah tidak lagi
didapatkan. Paradigma yang tertanam pada mayoritas orang tua / wali yatim
terhadap anak yatimnya adalah paradigma instan dan kontan; bahwa menyantuni anak
yatim adalah dengan memberinya sandang, pangan atau uang, yang hasilnya bisa
dinikmati langsung. Sementara yang kami tawarkan adalah santunan kepada anak
yatim dan dhuafa berupa stimulan dalam bentuk pendidikan yang hasilnya baru
akan dirasakan 15 hingga 20 tahun kemudian. Analisa kami, inilah yang membuat
para orang tua / wali yatim ‘emoh’ melepaskan anak yatimnya, ditambah lagi
memang sifat alamiah kanak-kanak yang masih belum bisa jauh dari orang tua.
Tantangan ini bagi kami bukan
menjadi penghalang. Ketulusan untuk mendirikan Kampus Anak Yatim & Dhuafa -
Yayasan Arief Dimyathi tidak boleh berhenti hanya oleh karena kami belum mempunyai
anak asuh. Mungkin Allah belum memberikan kesempatan kepada kami untuk mengasuh
anak yatim tahun ini, mungkin kami belum melakukan persiapan dan usaha yang
maksimal, mungkin kami masih harus banyak belajar, bersabar ....
Untungnya koordinasi,
komunikasi, dan kerja sama dari pihak-pihak pendukung senantiasa saya galakan.
Walaupun bukan anak yatim, pihak SDIT Insantama menyodorkan 2 siswanya (kelas 1
dan 2) untuk menjadi anak asuh perdana kami. Kemudian disusul anak Ketua
Yayasan Arief Dimyathi dan diikuti oleh anak Pengurus SDIT Insantama. Jadi saat
ini Kampus Anak Yatim & Dhuafa - Yayasan Arief Dimyathi sudah melakukan
kegiatan kepengasuhan terhadap 4 anak asuh yang dimulai semenjak sepekan yang
lalu. Atas kerja sama ini, saya memberikan apresiasi yang
setinggi-tingginya, Jazaakumullah....
Apresiasi juga saya
sampaikan kepada Pendiri Yayasan Arief Dimyathi Bapak Drs. Hi. Gatot Eko Andoyo, M.BA.
atas kepercayaan dan keyakinannya yang diberikan kepada saya, sehingga saya
terus terpompa motivasinya.
Akhirnya saya cukupkan laporan singkat ini sampai di sini, mohon maaf apabila banyak
terdapat khilaf, kepada Allah saya mohon ampun ....
Wassalam,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
kalimat (komentar) yang baik dan membangun adalah shadaqoh....